Aku Tahu Kamu Lelah Dengan Hidup Ini, Begitu Pula Dengan Mereka
Daftar Isi
Malam ini aku terduduk, terdiam menatapi gelapnya
langit tanpa satupun cahaya bintang. Aku terduduk diatas sebuah pembatas yang
terbuat dari semen dengan cuaca dingin yang terasa menusuk tulang. Amat sunyi suasana
yang dirasakan mengingat semua orang telah terlelap dalam mimpi mereka
masing-masing.
Terdengar suara jam berdentang “Teng,, Teng,,, Teng” menandakan bahwa hari sudah tengah malam.
Aku duduk termenung dalam lamunanku yang terasa tak ada habisnya.
Terduduk Termenung Dalam Sunyinya Hidup, Via Pixabay.com |
Suara gesekan pilu pohon yang terhembus oleh angin
menambah syahduh malam ini. Tetes demi tetes air mulai berjatuhan. Aku menangis
dalam gelapnya malam.
Petir mulai menyambar, suara gemuruh mulai
terdengar. Demikian pula dengan hujan yang mulai turun menambah dinginnya malam
yang semakin terasa menusuk tulang.
Kemudian, aku berdiri dan berjalan kedepan ke sebuah
pintu kayu berwarna coklat. Lalu kubuka pintu itu. Pintu yang akan membawaku ke
sebuah tempat dimana aku bisa merenung sehabis-habisnya.
Ruangan itu sepi, berukuran 3*6 meter. Tak banyak
perabotan didalamnya. Hanya ada sebuah tempat tidur dan lemari dengan kipas
yang berputar menggerakkan angin ke segala arah.
Aku terduduk termenung diatas kasur yang berisikan
kapuk.
“Ya Tuhan,, mengapa???” batinku menangis pilu.
“Mengapa aku
terus memikirkan hal ini seolah-olah tiada ujungnya. Aku ingin terlihat seperti
yang lainnya, dimana tak terlihat satu pun gundah dalam raut wajah mereka.
Sesungguhnya mereka amat mengkhawatirkanku, tapi aku tak tahu apa yang mesti
kuperbuat” sambil duduk aku
merungkupkan wajahku ke dalam telapak tanganku dengan siku yang menyandar ke
paha.
Aku terus merenung dalam sunyinya malam. Hanya suara
kipas serta kicauan burung malam yang terdengar menjadi musik penghiburku.
Kemudian aku berbaring di atas kasur berisikan kapuk
dengan sprei yang memiliki corak bunga berwarna kuning.
Kutengok samping kananku terlihat kertas yang
menempel di tembok bercat kuning bertuliskan “Aku di Tahun 2016”
Waktuku semakin habis, apa yang kutuliskan ternyata
belum tercapai hingga saat ini. Mengapa semua terasa sulit, dan terasa
membingungkan. Aku sudah mengupayakan segala sesuatu, tapi mengapa belum ada
secercah cahaya yang menerangi hidupku.
Aku menangis pilu dalam sunyi dan gelapnya ruangan.
Kemudian, setitik cahaya terlihat samar diatas
pandanganku. Aku terlelap dalam tidurku.
Cahaya itu semakin terang, dan amat terang, hingga
akhirnya cahaya itu menyerupai sosok. Sosok yang selama ini aku rindukan, sosok
yang selama ini aku nantikan.
Dibalik sosok itu, Dia berkata “Wahai Anakku, Aku tahu apa yang kau pikirkan malam ini”
“Apa yang Kau
pikirkan adalah hal yang hampir setiap orang pikirkan dan tak akan pernah habis”
Aku menjawab dengan jawaban lirih menahan air mata, “Aku tak tahu harus bagaimana lagi wahai
Ibu, Bapakku. Aku sudah terasa amat lelah dan sangat lelah”
Kemudian, cahaya itu berubah menjadi sebuah
pemandangan pilu dan menyedihkan. Sebuah pemandangan yang menggambarkan seseorang
yang tidur tanpa atap dan hanya beralaskan selembar karton.
Sebuah pemandangan yang menggambarkan beberapa orang
mengais makanan dari tempat yang tak seharusnya berasal.
Sebuah pemandangan yang menggambarkan seseorang
harus jalan berkilo-kilo meter jauhnya hanya demi mengantarkan sesuap nasi
kepada keluarganya yang menunggu dengan rasa penuh penantian.
Sekejap cahaya itu hilang. Hilang tak berbekas.
Kemudian, cahaya itu muncul tepat diatas kepalaku
dalam kondisiku yang sedang tiduran. Cahaya itu membumbung menjadi sosok wanita
yang selama ini aku rindukan.
Dia mengecup keningku dan berkata “Apa yang telah kau lakukan wahai anakku? Apakah
kau pantas berkeluh kesah atas apa yang telah engkau korbankan? Engkau
lakukan?”
“Apakah kau
pantas berputus asa di depan mereka yang telah berusaha lebih jauh darimu?”
“Apakah pantas?
kau sembunyikan nikmat yang telah Ia berikan kepadamu?
“Apakah kau
pantas mengeluhkan seberapa beruntungnya engkau bila dibandingkan dengan
mereka?”
“Aku tahu kau
lelah wahai anakku, demikian pula dengan mereka!!”
“Mereka juga
sama memikirkan apa yang kau pikirkan. Jadi Ibu mohon teruslah Kau berusaha dan
sabar atas apa yang telah kau pilih.”
“Percayalah akan
kekuatan suatu Harapan yang akan
membawamu ke posisi yang tak terduga.”
“Percayalah
wahai anakku, Percayalah, jangan kecewakan kami dengan keputus asaan yang
engkau lakukan”
Kemudian sosok itu membumbung menjadi cahaya
berwarna putih keemasan dan menghilang tepat diatas kepalaku.
Aku terbangun dalam kondisi air mata yang bercucuran.
Kemudian, aku beranjak bangun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi untuk
berwudhu.
Dalam solatku, aku bersyukur atas petunjuk yang
telah Engkau berikan. Terimakasih Ibu atas semangat yang telah kau tanamkan
kepadaku. Terimakasih Ya Tuhan, Terimakasih.
~The End~ Sebuah catatan pribadi yang ditulis pada
suatu malam.
Posting Komentar