Pohon yang Tak Dirindukan
Daftar Isi
Kebiasaan nggak banget itu setelah solat subuh terus
terjun bebas lagi di kasur tercinta. Udah mana solat subuhnya ditelat-telatin, terus
pas solat dicepet-cepetin biar bisa nambah jam tidur. Gitu tuh manusia lebih
mementingkan kepentingannya ketimbang kewajibannya. Sampai istigfar aku kalau lagi khilaf-khilafnya.
Maafkan aku Ya Allah.
Demi menghilangkan sifat burukku itu. Mulai sekarang
aku selalu membiasakan bangun pukul 5 pagi untuk solat subuh. Jam waker aku
letakkan sejauh mungkin biar bisa bangun, karena tanganku selalu punya pikiran
sendiri kalau jam waker diletakkan dekat dengan kasur. Alhamdulillah cara ini
cukup berhasil dan aku mulai terbiasa.
Hari senin sampai minggu bangun pagi jam 5 adalah
kewajiban, hanya saja bedanya kalau hari sabtu dan minggu aku selalu sempatkan
untuk bersepeda dipagi hari seusai solat subuh, kemudian dilanjut sarapan,
mandi dan tidur lagi sampai jam 10 atau jam 11. Haha #Kebo
Berbeda kalau hari senin-jum’at dimana kebiasaan
bangun tetap jam 5 pagi, kemudian solat dan tidur sampai jam 6, lalu mandi
untuk bersiap berangkat kerja. Heheh nikmatnya hidup ini.
Kebiasaan itu sudah aku biasakan sejak awal tahun
2016 dimana keinginan untuk berubah sudah dikomitmenkan. Padahal faktanya bukan
karena keinginan sendiri sihh, melainkan karena aku diancam bakal dipecat
karena sering berangkat kerja kesiangan. Heheh #Ssstttt
Tunggu dulu!!! Ini kenapa jadi nggak nyambung yah
pembahasannya. Judulnya nggak singkron sama isinya.
Baik, kita kembali fokus. Kali ini aku ingin
bercerita mengenai kekecewaan yang aku rasakan terhadap perbuatan yang telah
dilakukan oleh tetangga depan rumahku. Yah walaupun memang bukan urusanku tapi
aku kecewa banget sama keputusan yang telah mereka buat.
Jadi begini kejadiannya..
Kalian tahu kan isu belakangan ini apa? Iyah benar Global Warming atau pemanasan global.
Sebuah perubahan kenaikan suhu yang terjadi pada bumi kita yang menyebabkan
banyak perubahan, seperti es dikutub mencair, musim yang datang nggak tentu,
dan udara yang terasa panas mencekam bila dibandingkan dengan 10 tahun lalu.
Jangan bilang kalian nggak ngerasain perbedaannya.
Kejadiannya terjadi di hari minggu, tepat minggu
kedua di bulan maret. Biasa aku bangun pukul 5 pagi dan bergegas sepedahan
seusai solat subuh. Menggunakan sepeda kesayangan berwarna hijau yang diberikan
oleh ayahku waktu semasa SMA dulu. Aku mengayuh menuju track yang biasanya aku lewati. Dengan lagu yang terputar diheadset
yang menempel di telingaku menambah syahdu acara olahragaku pagi ini.
Tepat pukul setengah 7 pagi, aku kembali menuju
rumahku. Dari jarak sekitar 4 meteran, kulihat 4 orang berkumpul di depan rumahku.
“wah ada apa
ini?? Tumben pagi-pagi gini bapak-bapak udah gosip aja!” hihi, begitu batinku.
Semakin dekat rupanya tidak ada satupun bapak yang
aku kenal kecuali om lilok tetangga depan rumahku. Kulihat samping rumahnya ada
mobil bakter berwarna putih. Dari mobil keluar seorang bapak dengan rambut
gondrong keriting memanjang hingga ke bahu membawa sebuah alat gergaji mesin.
Aku bertanya heran “om,,, mau apa??”
Om lilok menjawab santai “mau saya tebang!!”
“Hahhhh??
Ditebang?? Ini pohon kan umurnya udah 20 tahunan, udah ada loh semenjak Bapak
saya pindah kesini” jawabku dengan
suara gamblang.
Om Lilok menjawab dengan nada meninggi dan ketus “Loh yah terserah saya!! Orang pohonnya juga
ada di tempat saya”.
Keluarga Om Lilok memang dikenal sebagai keluarga
yang hobinya ketus dan judes kepada tetangga lainnya jika ada yang mengurusi
urusannya. Bahkan pernah suatu hari mereka terlibat adu mulut dengan tetangga
sebelah akibat anaknya Om Lilok yang suka berbicara kasar saat bermain dengan
anaknya mereka.
Saya yang dulu masih duduk di semester 1 kuliah,
hanya bisa melihat kehebohan mereka dari balik jendela. Entah siapa yang salah.
Tapi yang jelas aku memandang keluarga Om Lilok sebagai keluarga yang sentimental.
Bahkan istrinya pun tak jauh berbeda dengan suaminya.
“Iyah emank
pohonnya ada didepan rumah om!! tapi setidaknya om izin dulu lah sama Pak RT
dan tetangga sebelahnya. Apalagi pohon ini juga bikin suasana adem, bahkan
rumah Om Iwan yang disebelahnya juga ikutan jadi teduh” Jawabku protes.
Aku tidak peduli apa yang 4 orang bapak itu
pikirkan, tapi yang jelas aku sangat mengerti bagaimana manfaat yang diberikan
oleh pohon yang sudah lama dulu menempati tempat itu bahkan sebelum keluarga Om
Lilok menempati rumah itu.
Padahal Om Lilok tidak tahu sejarah dan perjanjian
yang sudah kita buat dengan keluarga sebelum kehadiran Om Lilok. Kita setuju
bahwa tidak akan menebang habis pohon itu karena kebermanfaatannya yang sangat
bermanfaat.
Namun mungkin karena tetangga lain sudah tahu tabiat
keluarga ini, mau tidak mau mereka harus merelakan pohon ini ditebang demi
menghindari keributan yang terjadi.
“ahh nggak bisa
dibiarin” dalam hatiku bergeming
“Om lihat pohon
ini nih gede banget, kalau om tebang itu sayang banget, lagi pula tetangga yang
lain pasti merasa terganggu dengan suara gergaji mesin yang dihasilkan. Jadi
tolonglah jangan ditebang. Toh nggak mengganggu ini” tambahku protes.
Tiba-tiba terdengar suara lengkingan perempuan dari
balik pintu dengan suara keras dan tinggi. “heh,,
biarin aja!! Urusan tebang pohon itu urusan kita. Kamu nggak ada urusannya.
Lagian kita juga terganggu kamu sering naruh motor sembarangan. Kita jadi
kesusahan ngeluarin mobil”. Jawab istrinya Om Lilok yang aku benci banget
tabiatnya.
Memang aku akui. Aku dan bapakku sering menaruh
motor diluar, tapi tidak sembarang. Kita selalu taruh motor di depan rumahku.
Tempatnya memang adem karena keberadaan pohon itu. Dan terkadang kita dipanggil
keluar oleh keluarga Om Lilok jika sedang ingin mengeluarkan mobilnya, karena
mobil Om Lilok yang bentuknya memanjang sehingga kesusahan jika ada motor di
depannya.
Tapi jujur, kita nggak pernah merasa keberatan kalau
harus disuruh buat mindahin motor! Tapi nggak aku sangka ternyata mereka
memikirkan hal itu secara egois hingga pohon yang harus kena imbasnya.
“apa karena
kebiasaan kami sehingga keluarga Om Lilok memutuskan untuk menebang pohonnya?” dalam hatiku heran.
“Ouh jadi karena
itu! Om mau nebang pohon itu.”
Jawabku degan suara ekstra sabar.
“yaudah,, mulai
sekarang kita nggak akan parkir motor di depan lagi. Langsung kita masukkin,
asalkan pohon ini jangan ditebang”
tawar solusiku.
Namun tetap, namanya sifat. Susah sekali diajak kompromi.
Om Lilok dan istrinya tetap kekeh mau tebang pohon depan rumahnnya.
Aku yang kesal, tanpa pikir panjang langsung berkata
“Hidup pohon ini jauh lebih berharga,
bila dibandingkan dengan hidup kalian!!!!”. Dengan hati kesal, kemudian aku
masuk ke dalam rumah dan tersiksa batin akibat suara gergaji mesin yang
memotong dahan demi dahan, batang demi batang pohon malang itu.
Ilustrasi Menebang Pohon, via Pixabay.com |
Alhasil, tidak ada lagi area rindang, tidak ada lagi
udara sejuk dipagi hari, terik matahari terasa lebih menyengat.
Ya Allah maafkanlah kami yang tidak bisa menjaga
bumi ini dengan baik.
~Sebuah kisah nyata yang diambil dari cerita
sahabat~
Posting Komentar