Dia si Rina, Bocah Pemulung Sang Motivator Hidup Gue
Daftar Isi
Sore hari, tepatnya pukul 5 sore gue keluar dari
tempat biasa gue nguli seharian dari jam 8 pagi. Naik bis shuttle gue bersama
teman kerja lainnya diantar hingga meeting
point tempat dimana kita menaruh kendaraan.
Dari sana, gue sama teman gonceng gue si TB langsung
cabut balik menuju rumah masing-masing, gue antar si TB dulu hingga rumahnya
kemudian gue lanjutkan perjalanan sampai rumah.
Waktu semakin sore, dan anginpun sudah mulai terasa
menusuk tulang. Gue lihat langit ternyata cuaca cukup mendung. “wahhh
bisa-bisa hujan ini” dalam hati gue bergumam sambil menarik gas motor.
Jarak rumah gue dari meeting point sebenarnya nggak terlalu jauh, tapi karena sore hari
merupakan jam pulang, jadi jalanan rame dan macet.
Kalau hujan sambil naik motor gue jadi inget sama
dulu waktu PKL di Wonosobo. Gue pernah menerobos Temanggung-Wonosobo malam hari
di tengah-tengah jalanan hutan dan hujan deras banget. Gue nggak pernah
kebayang kalau semisalnya ditengah perjalanan, motor gue gembes atau gimana.
Yang jelas gue bersyukur karena kejadian seperti itu nggk pernah terjadi.
Hari semakin gelap, dan cahaya kilatan mulai
menyambar disusul dengan suara gemuruh langit yang menandakan bahwa air sudah
dalam proses turun ke bumi. Sekitar jam 6an magrib, akhirnya gue masuk komplek
rumah gue.
Diperjalanan menuju rumah, hujan mulai turun. Nggak
begitu deras, tapi gue yakin kalau ini bakalan deras. Berhubung gue bawa HP dan
tas gue nggak ada pelindung hujan yang berisi buku penting, jadi gue putusin
buat berteduh di indomaret sambil belanja beli minum dan cemilan.
Gue masuk indomaret dan pas, hujan turun dengan
derasnya.
“Huffttt, alhamdulillah.”
Depan indomaret hanya ada 2 motor, entah motor
pegawai atau pembeli tapi yang pasti di dalam indomaret tidak ada satupun
pembeli, hanya ada pegawai kasir, dan 2 pegawai lainnya yang sedang
beres-beres.
Gue masuk Indomaret...
Langsung gue ambil mie instan kuah, sosis, cemilan,
roti dan jus jambu kesukaan gue dan menuju kasir buat bayar.
Setelah bayar, gue keluar dari Indomaret dan duduk
di depannya sambil nunggu hujan berhenti.
Gue tusuk kotak jus jambu dan cemilan merk kusuka
buat cemilan sambil nunggu hujan berhenti. Rasanya cukup syahdu melihat dan
mendengar suara hujan yang menghajar atap seng. Sesekali gue lihat kendaraan
motor dan mobil lalu lalang.
Menikmati alunan musik hujan dari sang alam, mata
gue terperanjak dengan larian dari seorang anak kecil berumur sekitar 9 tahunan
berlari menuju Indomaret untuk berteduh. Dia membawa karung yang cukup besar
hampir sebesar badan dia. Karung itu berisi barang rongsok karena gue lihat
sepucuk kardus yang sedikit menjorok keluar dari karungnya.
Ilustrasi, bukan gambar si Anak yang sesungguhnya, via radar-karawang.com |
Dia duduk di teras pojokan Indomaret, dengan karung
yang di letakkan disampingnya.
Dengan baju yang basah, dia sibuk dengan memeras-meras
bajunya yang basah.
Cukup Iba gue melihat anak itu, karena sudah malam
begini dia masih saja bekerja mencari barang rongsok.
Gue lanjutkan aktifitas menunggu hujan berhenti
sambil makan cemilan. Perasaan gue aneh karena seperti ada yang mengamati.
Kulihat sebelah gue, dan yah benar saja. Gue selalu mendapati anak kecil itu melirik
ke arah gue dari jarak berkisar 3 meteran.
Dari tempat gue duduk, gue lambaikan tangan gue ke
anak itu dengan maksud mengajak dia untuk kesini dan bergabung. Tapi yang gue
dapati adalah gelengan si anak.
Lalu gue berjalan menuju anak itu, dan duduk di
sebelahnya. Gue tawarkan roti dan jus ke dia.
“Ini sambil makan”, dengan wajah penuh polos dia berkata secara pelan “makasih
mas”
Gue tersenyum. . .
“ayoo dimakan!! Nanti umes loh” canda gue ke dia. “Ini kan roti mas, nggak bisa
umes” sahut dia... “Oh iya yah” jawab gue sambil
ketawa.
“Namanya siapa dek?” Rina, jawab dia.
Ternyata dia adalah anak kecil perempuan berumur 9
tahun yang sekarang ini masih duduk di kelas 3 SD.
Gue nanya perihal orang tuanya, dan ternyata dia
tinggal bersama kedua orang tuanya yang juga sama berprofesi sebagai pemulung.
Dia cerita ke gue, bahwa dia bekerja demi menambah
uang tambahan keluarganya. Dia bekerja mulai dari sehabis magrib dan biasa sampai
rumah jam 10 bahkan jam 11 malam setelah mengantarkan barang bawaanya ke
pengepul.
Gue nanya kalau ngerjain PR sama belajar kapan? Dia
jawab sehabis pulang sekolah tapi kadang nggak belajar karena harus membantu
ibunya jualan gorengan ke warung.
Linang mata gue mendengar cerita anak ini. Gaya
bicaranya yang polos dengan tubuh sekecil itu, dan rambut pendek sebahu sudah
bisa membantu ekonomi keluarganya.
Dia dengan umur semuda itu, masih rela mengangkat
karung besar berisi barang-barang bekas di belakang punggungnya sambil
menyusuri jalan dan tempat sampah demi menemukan barang yang sekiranya dapat
dijual. Dari pagi hingga malam dia beraktivitas tanpa raut wajah kecewa, capek
atau malu yang tersirat di mukanya.
Gue bisa lihat wajahnya yang masih saja menunjukan
keramahan dan keceriaan dia kepada gue.
Ya Allah gue malu sama diri gue sendiri yang masih
banyak dan sering mengeluh di hadapanMu.
Gue yakin pertemuan kita bukanlah tanpa alasan,
karena Dia yang mampu membuat mata gue terbuka untuk jauh lebih bersyukur.
Terimakasih Rina. Semoga kelak engkau dapat meraih cita-citamu sebagai guru.
Posting Komentar